Misteri Terowongan Sasaksaat dan Lampegan
Cerita Tengah Malam - PT. KAI (Kereta Api Indonesia) mengeluarkan kereta baru namanya KA Pangandaran yang layani perjalanan Jakarta-Banjar (pp). Sebulan pertama, 2 Januari sampai 1 Februari 2019, ticket promo diresmikan untuk kereta baru ini.Baca Juga : Misteri Goa di PapuaMenurut Kepala Humas PT KAI, Agus Komarudin, service baru ini salah satu suport PT KAI pada program pariwisata dan tingkatkan aksesibilitas masyarakat Jakarta serta Bandung ke daerah Garut, Tasikmalaya, Banjar, serta Pangandaran.
Disamping itu, kedatangan KA Pangandaran sebagai langkah pertama untuk aktifkan kembali jalan kereta api Banjar-Pangandaran yang telah lama mati.
Semenjak Ridwan Kamil jadi Gubernur Jawa Barat, beberapa jalan mati kereta api diperkirakan akan dihidupkan kembali. Menurut bekas Wali Kota Bandung itu, ini butuh dikerjakan supaya warga Jawa Barat dapat nikmati service trasportasi yang nyaman serta terpadu.
Terowongan Aktif Terpanjang
Perjalanan memakai kereta api di Indonesia, terhitung di Jawa Barat, banyak disajikan panorama yang menganakemaskan mata. Gunung, sawah, sungai, lembah, serta situasi perdesaan, terhampar di selama jalan yang dilewati. Serta bila jalan Banjar-Pangandaran sudah aktif kembali, panorama Samudra Hindia dapat di nikmati. Serta dibalik beberapa terowongan kereta api yang berada di Jawa Barat, ada cerita yang memberi warna riwayatnya. Diantaranya ialah terowongan Sasaksaat.
Deposit Pulsa Tanpa PotonganTerowongan ini ada di wilayah Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat. Terletak di antara Stasiun Sasaksaat serta Stasiun Maswati. KA Pangandaran yang layani Jakarta-Banjar nanti akan melalui terowongan ini. Dibuat dari 1902 sampai 1903, terowongan Sasaksaat adalah terowongan kereta api aktif terpanjang di Indonesia, yaitu 949 mtr..
Agus Mulyana—pengajar Pendidikan Riwayat di Kampus Pendidikan Indonesia—yang mencuplik dari Verslag Der Staatsspoorwagen In Negerlandsch Over Het Jaar 1902, menjelaskan jika sebelum terowongan ini dibuat, lebih dulu diselenggarakan upacara pemberian sesajen.
Upacara itu mempunyai tujuan supaya pembangunannya tidak memunculkan beberapa hal yang tidak diharapkan. Disamping itu, warga seputar terowongan Sasaksaat masih yakin jika beberapa tempat yang mereka kira angker ada yang “menguasainya”.
Waktu dikerjakan penggalian terowongan, ada batuan cadas. Dinamit sebenarnya dapat dipakai untuk menghancurkannya. Tetapi, untuk menghindarkan getaran hebat yang bisa menyebabkan longsor, karena itu penggalian batuan cadas itu ditembus dengan memakai bor. Serta kembali lagi supaya tidak berlangsung getaran kuat, pengeboran juga tidak memakai mesin, tetapi dengan manual memercayakan tenaga manusia.
Beberapa kuli yang kerjakan pembutan terowongan ini terbagi dalam beberapa orang Indonesia serta Cina. Sesaat orang Eropa bekerja sebagai mandor pekerja, pemborong, serta teknisi.
Terowongan digali dari bagian utara serta selatan dengan bertepatan, serta ditangani siang serta malam. Dalam penyelesaiannya, tambah Agus Mulyana dalam artikel bertopik “Kuli serta Anemer: Keterkaitan Orang Cina dalam Pembangunan Jalan Kereta Api di Priangan (1878-1924”, sedikit mengonsumsi korban jiwa, namun seorang kuli pribumi wafat sebab tertimpa batu.
Lampegan serta “Argo Peuyeum”
Terowongan kereta api lain yang masih dilewati kereta di Jawa Barat ialah Lampegan yang terdapat di Desa Cibokor, Kabupaten Cianjur. Walau terowongan ini tidak dilewati oleh jalan service KA Pangandaran, tetapi nantinya bila jalan Bandung-Cianjur telah tersambung, karena itu penumpang bisa melewatinya. Sesaat ini, terowongan Lampegan cuma dilewati kereta api yang layani jalan Sukabumi-Cianjur.
Terowongan Lampegan yang dibuat mulai tahun 1879 sampai 1882 ini adalah terowongan kereta api paling tua di Indonesia Pengerjaan terowongan selama 686 mtr. ini terwujud karena kerja sama di antara SS (Staatsspoorwegen)—perusahaan kereta api punya Pemerintah Hindia Belanda—dengan entrepreneur perkebunan di wilayah Cianjur yang namanya Van Beckman.
Juragan perkebunan itu ingin menolong Staatsspoorwegen dengan alasan jika jalan kereta api akan memberi dukungan pengangkutan hasil perkebunan. Karena itu bukit Gunung Keneng di Desa Cibokor juga dijebol untuk dibuat terowongan.
Van Beckman mengerahkan beberapa pekerja untuk menggali perbukitan itu dari dua arah yang bersimpangan sampai terhubung. Sesudah usai dibuat, menurut Her Suganda dalam Jendela Bandung (2007), Van Beckman mengadakan pesta dengan mengundang barisan kesenian ronggeng Nyi Sadea.
“Di masa datang [Nyi Sadea] jadi legenda dalam pembangunan terowongan itu,” paparnya.
Menurut Kamus Sunda-Indonesia (2011) yang diatur oleh R. Satjadibrata, kata “lampegan” disimpulkan jadi “sejenis pohon kecil”. Sesaat dalam Kamus Basa Sunda (2015) karya R.A. Danadibrata bermakna “kata yang diambil dari rutinitas waktu terowongan [antara Sukabumi-Cianjur] dibuka, tiap kereta api telah dekat terowongan itu, kondektur Belanda memerintah anak buahnya untuk menyalakan lampu dalam kata ‘lampeu-an’.”
Makna kata “lampegan” seperti yang dicatat dalam kamus R.A. Danadibrata, adalah narasi lisan yang sampai ini hari tersebar di golongan warga Priangan. Sesaat “lampegan” jadi tipe tumbuhan kecil kurang terkenal.
Hampir seperti dengan cerita yang dicatat dalam kamus karya R.A. Danadibrata, Her Suganda bercerita kata “lampegan” datang dari perkataan Van Beckman waktu pembangunan terowongan. Setiap saat dia mengecek pekerjaan serta lihat pekerja akan masuk ke terowongan yang belum terhubung, dia mengingatkan dalam bahasa kombinasi Belanda serta Indonesia, “Lamp pegang…, lamp pegang…”
Slot Game IndonesiaTujuannya, lebih Her Suganda, memerintah pekerja untuk bawa lampu ke supaya terlepas dari bahaya sebab kekurangan zat asam. Tidak hanya terowongan, “lampegan” juga jadi nama kampung serta stasiun/halte di wilayah seputar terowongan itu.
Dalam perjalanannya, terowongan Lampegan seringkali tertutup karena longsor. Ini membuat jalan Bandung-Cianjur sering terputus. Dahulu, waktu jalan Bandung-Cianjur masih bekerja, serta terowongan itu tidak berperan, kereta api dari Bandung cuma sampai Halte Lampegan. Menurut Her Suganda, perjalanan kereta rute Bandung Cianjur sangat amburadul.
“Kereta api itu dapat berhenti dimanapun sesuai kehendak penumpang,” tulisnya. Ini membuat kereta api itu dipanggil “Argo Peuyeum” jadi bentuk olok-olok.