Poker Online

Setan di Menara Saidah Part 2


Setan di Menara Saidah Part 2

Cerita Tengah Malam - Mendadak dari atas, kelihatan sinar redup. Terlihat seperti lilin yang digenggam oleh satu orang. Ia berjalan menuruni tangga, ke arah ke arahku.
Baca Juga : Setan di Menara Saidah Part 1
Pria itu kenakan topi seperti cowboy yang kebesaran, dengan jubah panjang terjuntai. Topinya tutupi hampir semua muka. Bila dilihat dengan saksama, topi itu cuma melekat di leher.

Tangan kanannya menggenggam piring kecil berisi lilin yang menyala. Sesaat, tangan kirinya menggenggam bungkusan.

Saya tidak dapat bersembunyi, sebab tidak ada apa saja dalam tempat itu, yang dapat dipakai untuk bersembunyi.

Pria itu makin dekat ke arahku. Saya percaya, ia sudah tahu kehadiranku disana.

"Bisa saya meminta tolong?" tanyanya padaku dengan suara serak, waktu ia ada pas di hadapanku.

Tangan kirinya terulur, memberi bungkusan yang digenggamnya. Sesudah saya terima bungkusan itu, tangannya mendapatkan topi cowboy yang dipakainya.

"Tolong pasangkan kepalaku yang ada pada kantong itu. Saya tidak dapat memasangnya sendiri," kata suara yang nyatanya datang dari kantongan yang kupegang.

Ia buka topi yang berada di atas lehernya. Nyatanya, pria itu tidak punya kepala.

Spontan saya melepas kantongan yang kugenggam, selanjutnya lari naiki tangga ke arah lantai atas. Saya tidak paham apa yang ia sebutkan, serta saya tidak ingin tahu.

Nafasku masih terengah-engah waktu saya datang di lantai empat menara itu. Pada tiap lantai yang saya lalui, saya coba buka pintu yang menyambungkan tangga genting, dengan ruang di gedung. Tetapi cuma pintu di lantai ini yang dapat terbuka.

Saya masuk ke ruang, selanjutnya menguncinya dari dalam. Supaya pria tanpa ada kepala itu tidak dapat masuk. Saya lupa jika ia ialah hantu, yang dapat masuk melalui mana saja.

Di ruang itu ada satu set bangku. Saya dapat memandangnya sebab sinar dari lampu-lampu di luar gedung, masuk lewat kaca jendela.

Saya mengambil langkah perlahan-lahan ke arah bangku, serta duduk disana, untuk mengendalikan nafas. Bangku itu berdebu. Saya dapat merasakan waktu tanganku menyentuhnya.

Walau berdebu, bangku itu cukup empuk ditempati. Namun, bangku itu seperti bergerak di bawahku. Waktu saya melihat mengarah kanan, sepasang mata dengan tepian kelopak berwarna hitam, menatapku. Rupanya saya duduk di atas perutnya.

Saya tersentak serta berdiri, lalu berjalan ke arah pintu. Figur wanita tadi saya menempati, berdiri menatapku. Rambutnya panjang terurai, sampai sentuh lantai.

Gaunnya berwarna putih, dengan beberapa robekan, seperti gaun yang telah lama tertimbun tanah. Ia melayang-layang mendekatiku.

"Ampun Mbah, eh, Mbak. Maafkan saya, barusan saya tidak menyengaja menempati Mbak," ucapku mohon maaf.
Casino Online Indonesia
Ia terus menatapku tajam. Selanjutnya ia ketawa mengikik. Suaranya tajam serta tinggi. Ia terus ketawa sekalian masih melayang-layang mendekatiku.

Saya bergidik ngeri, serta terus coba buka selot kunci pintu, tetapi jemariku gemetar, membuat jadi susah dibuka. Serta tanpa ada sadar, celanaku basah oleh kencingku sendiri.

Pada akhirnya saya sukses buka pintu besi itu, waktu hantu wanita memiliki rambut panjang memiliki jarak seputar dua mtr. dari tempatku berdiri.

Saya kembali lari naiki tangga, sampai ke lantai enam gedung itu. Lalu berupaya kembali masuk ke ruang.

Kesempatan ini saya tidak kembali tutup pintunya, sebab cemas akan berlangsung hal sama. Saya telah ketakutan 1/2 mati oleh dua hantu mengerikan barusan.

Ruang itu kosong. Cuma ada dua pintu lain, yang entahlah ke arah ke mana. Saya dekati satu diantara pintu itu, serta membukanya.

Mendadak, dua anak kecil melonjak ke arahku. Satu diantara mereka langsung naik ke belakangku, seperti minta untuk digendong. Sesaat yang satunya, lari mengelilingiku.

Ada yang aneh dari mereka. Bibirnya tidak horizontal, tetapi vertikal, hingga membuat jadi menyeramkan. Saya berupaya turunkan anak yang ada di belakang punggungku, tetapi pegangannya pada leherku benar-benar erat.

Sesudah sesaat berupaya, anak itu sukses saya turunkan. Tetapi keduanya geram serta memukuliku. Satu dari mereka menggigit lenganku, giginya runcing.

Saya kembali lari keluar, ke arah tangga. Tetapi, waktu ada di muka pintu, dua hantu yang awalnya, manusia tanpa ada kepala serta hantu wanita telah menanti disana.

Saya terjerat. Dua hantu anak kecil memburu di belakangku, serta dua hantu lain di depanku. Jantungku berdetak benar-benar kencang, semua persendianku berasa lemas, pandanganku berkunang-kunang, lalu semua gelap. Saya tidak sadarkan diri.

Waktu tersadar, saya telah berada di halaman belakang gedung. Bulan cemerlang cukup jelas, warnanya kuning berpendar jingga. Tetapi mendadak menjadi merah darah.

Dua petugas keamanan telah tertidur. Cuma ada satu orang pria, yang berjalan mendekatiku. Ia kenakan seperti jas, jalannya pincang.

Sesudah cukup dekat, ia menanyakan, mengapa saya berada di tempat itu. Saya menerangkan semua insiden yang kualami di gedung.

Pria itu dengarkan dengan sabar. Selanjutnya ia mengusung mukanya, serta menanyakan padaku.

"Tetapi muka hantu itu tidak seperti wajahku, kan?," tanyanya.

Saya tersentak terkejut. Nyatanya muka pria itu rata. Ia tidak punya hidung, mata, atau bibir serta telinga. Saya berteriak serta lari ke arah pos menjaga, untuk membangunkan beberapa penjaga.

Waktu diantaranya bangun, saya kembali bercerita mengenai insiden yang kualami, terhitung mengenai pria tanpa ada muka, yang barusan saya jumpai.

"Mukanya seperti wajahku?," ia menanyakan sekalian buka topi.

Saya tidak dapat berucap. Tubuhku kembali lemas, serta tidak sadarkan diri.

Waktu saya tersadar, hari telah pagi. Beberapa masyarakat mengelilingiku. Kata mereka, saya diketemukan tertidur di pemakaman.