Misteri di Ujung Madura, Sumenep
Cerita Tengah Malam - Belum ke Madura jika belum singgah Sumenep. Buat saya, Madura ialah Sumenep. Walau wilayah Bangkalan, Sampang, serta Pamekasan, mempunyai kelebihan serta kekhasan sendiri-sendiri, Sumenep seperti pucuk dari kelengkapan Pulau Madura. Kabupaten yang ada di ujung timur pulau Madura itu, mempunyai riwayat yang panjang serta strategis dalam terbentuknya Nusantara. Pertemuan saya dengan beberapa petinggi dari Kabupaten Sumenep beberapa lantas meningkatkan wacana mengenai Sumenep. Dengan berseloroh, mereka menceritakan jika tanpa ada Sumenep, belum pasti ada Sumpah Palapa Majapahit. Kemungkinan benar apa yang dikatakan mereka. Sumenep memang cikal akan Majapahit. Adipati pertama Sumenep ialah Raden Arya Wiraraja, yang dikukuhkan pada tanggal 31 Oktober 1269. Dia ialah seorang pakar taktik yang visioner. Bersama dengan Raden Wijaya, Arya Wiraraja membangun Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Dari situlah, selanjutnya Majapahit jadi kerajaan besar di Nusantara, serta lahirlah Sumpah Palapa. Jadi memang benar kata teman-teman di Sumenep, fungsi Sumenep dalam terbentuknya Nusantara cukup penting. Selama riwayat, Sumenep jadi pusat kerajaan di Madura. Tertera ada lebih dari 35 raja yang pernah pimpin kerajaan Sumenep. Peninggalan kerajaan itu masih bisa disaksikan sampai sekarang. Saya singgah ke satu tempat yang mempunyai narasi panjang, yakni Asta Tinggi, atau dalam bahasa Madura dibaca “Asta Tenggih”. Asta bermakna pemakaman, serta Tenggih bermakna terletak di dataran tinggi. Untuk sampai Asta Tinggi memang kita harus naik ke atas terlebih dulu.
Baca Juga : Misteri Penunggu Kampus Universitas Lampung
Asta Tinggi dikenal juga dengan panggilan Asta Raje (Asta Pangradje) yang bermakna tempat pemakaman petinggi atau pembesar dari Kerajaan Sumenep. Disaksikan dari tahun pengerjaan, Asta Tinggi dibuat seputar era ke-17, atau sesudah Islam masuk Sumenep. Di Asta Tinggi ini, kita bisa lihat makam raja-raja yang populer dari Sumenep seperti Pangeran Jimad, Bindara Saod, serta Pangeran Panji Pulang Jiwa, Panembahan Semolo, serta Sultan Abdurrahman Pakunatan Ningrat. Jika lihat pada arsitektur bangunan di Asta Tinggi, saya lihat satu kombinasi yang unik pada beberapa faktor. Ada hiasan atau ornament yang memiliki kandungan faktor Eropa, Tiongkok, Jawa, serta ciri khas Madura sendiri. Bentuk gapura sebelum masuk Asta Tinggi unik sebab memiliki kandungan beberapa faktor itu. Gapura, datang dari bahasa Arab yakni “Ghafura” yang bermakna pengampunan. Menurut keyakinan, masuk gapura bermakna melalui satu tingkatan jadi manusia yang lebih baik, serta mengharap bisa diampuni dari dosa-dosa. Sesudah berziarah di Asta Tinggi, membaca doa serta dzikir, saya meneruskan penelusuran di Sumenep ke Masjid Jami atau Masjid Agung Sumenep. Masjid ini unik serta mempunyai aura tertentu. Masjid ini ialah satu diantara 10 masjid paling tua di Nusantara. Berikut landmark Pulau Madura. Dibuat pada saat Panembahan Somala, diawali pada tahun 1779 Masehi serta usai 1787 Masehi, masjid ini adalah pilar penting buat Keraton Sumenep. Dari dulu sampai ini hari, Masjid ini jadi tempat beribadah buat keluarga Keraton serta Warga.
SLOT GAME INDONESIA
Saya terpesona pada arsitektur bangunan masjid yang banyak dikuasai faktor kebudayaan Tiongkok, Eropa, Jawa, serta Madura. Pintu gerbangnya jadi contoh. Disaksikan selintas, gerbang pintu masuk penting masjid corak arsitekturnya memiliki nuansa kebudayaan Tiongkok. Sesaat bangunan penting masjid keseluruhannya dipengaruhi budaya Jawa di bagian atapnya serta budaya Madura pada pewarnaan pintu penting serta jendela masjid, sedang interior masjid lebih condong memiliki nuansa kebudayaan Tiongkok di bagian mihrab. Filosofi pintu gerbang masjid Sumenep ini menarik deh (lihat photo di atas). Di atas gapura kelihatan ada ornament berupa dua lubang tanpa ada penutup. Awalannya saya menanyakan untuk apa dua lubang itu. Tetapi dari keterangan teman-teman, tuturnya dua lobang itu ialah simbolisasi dari dua mata manusia. Di atas ke-2 lobang barusan, ada cungkup sisi lima yang berpusat ke atas. Itu ialah seperti manusia yang ke arah pada pusatnya, ke kiblat di tanah suci, atau ke Illahi Robb. Di samping kanan serta kiri pintu penting, ada dua pintu kecil yang memiliki bentuk lengkung. Nah ini seperti dua telinga manusia, yang ditujukan supaya kita berlaku arif, makin banyak dengar dari bicara. Jika adzan dikumandangkan, ceramah dikatakan, atau ayat-ayat suci dikumandangkan, kita disuruh untuk dengar. Lantas ada yang menarik. Ornamen-ornamen yang berupa rantai. Apa tujuannya? Itu ditujukan supaya umat itu harus menyatu, jangan sama-sama mempersalahkan, memandang kelompoknya sendiri yang paling benar, atau meneror barisan lain. Pokoknya jangan sampai bercerai berai. Ajaran yang benar-benar baik serta penuh arti dari gapura di masjid Jami Sumenep. Mudah-mudahan filosofi itu terus digenggam sampai saat ini (mudah-mudahan). Beberapa kombinasi faktor asing serta luar di bangunan-bangunan Kerajaan Sumenep memperlihatkan jika Pulau Madura, terutamanya Sumenep, di waktu dulu benar-benar terbuka pada akulturasi beberapa budaya. Keterbukaan serta kesediaan terima perbedaan-perbedaan itu jadikan Sumenep di waktu dulu dapat tampil jadi salah satunya kerajaan penting di Nusantara, serta jadi cikal akan kerajaan Majapahit. Terus jelas sejauh ini saya paling jauh ke Pulau Madura cuma sampai Bangkalan. Tempatnya yang dekat sama Surabaya, melintas Jembatan Suramadu, jadikan Bangkalan jadi pintu gerbang Madura yang dapat ditempuh dalam tempo beberapa waktu saja. Sesaat untuk sampai Sumenep, kita harus tempuh perjalanan darat mengarah timur sepanjang kira-kira 4 sampai 5 jam. Tetapi walau jauh, perjalanan ke Sumenep benar-benar bermakna, sebab di Sumenep, kita dapat lihat Pulau Madura sepenuhnya. Berjalan-jalan ke Madura, harus singgah ke Sumenep. Salam.